السلام عليكم ورحمة الله وبركا ته
MusliModerat.Com - Ijtihad bukan tindakan untuk mengarang agama dan menyerahkan segala urusan agama semata-mata kepada logika dan akal manusia sambil meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Pemahaman ijtihad seperti ini tentu keliru besar.
Pada hakikatnya, yang namanya ijtihad itu justru 100% memegang teguh Al-Quran dan As-Sunnah. Dan tidak lah sebuah ijtihad itu dilakukan, kecuali landasannya karena justru kita ingin menarik kesimpulan hukum dari Al-Quran dan As-Sunnah.
Mungkin orang bertanya lagi, bukankah Al-Quran dan As-Sunnah itu sudah jelas sekali, mengapa masih perlu ada ijtihad?
Jawabnya begini, memang tidak salah kalau dikatakan bahwa Al-Quran dan As-Sunnah itu sudah jelas, tetapi yang bisa dengan mudah membaca Al-Quran dan As-Sunnah dengan jelas itu hanya kalangan tertentu, yaitu hanya sebatas buat Rasulullah SAW dan para shahabat beliau yang tertentu saja. Sebab memang keduanya turun di masa mereka hidup.
Sementara begitu beliau SAW dan para shahabat wafat, dan Islam menyebar ke negeri jauh yang berbeda bahasa, budaya, adat, serta berbagai realitas sosial lainnya, maka mulai muncul berbagai jarak. Tidak semua pemeluk Islam paham bahasa Arab, bahkan tidak semua orang yang bermukim di Madinah seratusan tahun sepeninggal Rasulllah SAW merupakan orang-orang yang paham bahasa Arab.
Tidak usah jauh-jauh, sebagi contoh sederhana, ketika Rasulullah SAW menakar makanan yang beliau keluarkan untuk membayar zakat Al-Fithr, beliau menggunakan takaran yang disebut sha'. Sayangnya, orang-orang di Baghdad tidak mengenal benda yang namanya sha' tersebut. Maka para ulama di masa itu membuat sebuah penelitian, yang kira-kira memudahkan orang mengenal berapa sebenarnya ukuran satu sha' itu. Nah inilah yang disebut dengan ijtihad. Jelas sekali ijtihad itu justru dibutuhkan untuk memahami Al-Quran dan As-Sunnah, bukan mengarang-ngarang dan main logika semata.
<>Ijithad Dilakukan Oleh Para Shahabat
Ketika Rasulullah SAW masih hidup, banyak di antara para shahabat yang melakukan ijtihad, baik atas perintah beliau SAW atau pun atas inisiatif sendiri yang kemudian dibenarkan oleh beliau.
Dalam hal ini Nabi pernah berkata Pada Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu
كيْف تقْضيِ إِذا عُرِض لك قضاء ؟ قال : أقْضِي بكِتابِ اللهِ .قال : فإِنْ لمْ تجِدْ فيِ كتِابِ اللهِ ؟ قال : فبِسُنّةِ رسُولِ اللهِ قال : فإِنْ لمْ تجِدْ فيِ سُنّةِ رسُولِ الله ولا فيِ كتِابِ الله ؟ قال : أجْتهِدُ رأْيِ ولا آلو . فضرب رسُولُ اللهِ صدْرهُ وقال : الحمْدُ لِلّه الّذِي وفق رسُولُ رسُولِ اللهِ لِما يرْضي رسُوْلُ اللهِ
Dari Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi bertanya kepadanya," Bagaimana engkau memutuskan perkara jika diajukan orang kepada engkau? Muaz menjawab, saya akan putuskan dengan kitab Allah. Nabi bertanya kembali, bagaimana jika tidak engkau temukan dalam kitab Allah? Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz. Rasulullah bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam Kitab Allah? Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan berlebih-lebihan. Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda,"Segala puji bagi Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah (HR Abu Daud)
Amr bin Al-Ash telah melakukan ijtihad dalam hal-hal yang membolehkan seseorang bertayammum sebagai ganti dari wudhu', yaitu karena faktor cuaca yang amat dingin.
اِحْتَلَمْتُ فيِ لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ البَرْد فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَن أَهْلَك فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابيِ صَلاَةَ الصُّبْحِ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلىَ رَسُول اللهِ ذَكَرُوا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ : يَا عَمْرُو صَلَّيتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُب؟ فَقُلْتُ : ذَكَرْتُ قَوْلَ الله تَعَالىَ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُم إِنَّ اللهُ كَانَ بِكُم رَحِيْمًا) فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلم وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا
Dari Amru bin Al-’Ash radhiyallahuanhu bahwa ketika beliau diutus pada perang Dzatus Salasil berkata"Aku mimpi basah pada malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah SAW mereka menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya"Wahai Amr Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?". Aku menjawab"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepadamu] maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu) Rasulullah SAW tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad Al-hakim Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthuny).
Sepeninggal Rasulullah SAW pun para shahabat masih tetap melakukan ijtihad, dimana hasil ijtihad itu dibenarkan oleh seluruh shahabat yang lain dan terus berlangsung hingga sekarang ini.
<>Ijtihad Untuk Menulis Al-Quran dalam Satu Mushaf
Selama masa kenabian 23 tahun lamanya, belum pernah sekalipun Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menuliskan Al-Quran dalam satu mushaf. Namun sepeninggal beliau, masih di masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu, umat Islam sepakat untuk menuliskan Al-Quran dalam satu bundel mushaf.
Awalnya dari ide Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu yang disampaikan kepada khalifah, kemudian menjadi ijtihad jama'i hingga hari ini. Maka mushaf Al-Quran yang kita kenal saat ini, tidak lain merupakan produk ijtihad para shahabat di masa lalu, yang tidak didasari oleh perintah wahyu secara langsung. Dan masih banyak lagi penguat betapa dan mengapa, Ijtihad itu memang di benarkan Oleh Nabi.
Saya rasa hadist di atas saja sudah lebih dari cukup bagi orang yang berakal untuk penjelasan atau jawaban singkat terkait pernyataan/pertanyaan yang sering di lontarkan beberapa tahun terakhir2 ini. :)
Orang2 yang mudah menyalah2kan sesuatu itu hanya mereka yang kekurangan ilmu/informasi dan terburu2 untuk menjadi populer dengan mudah menyalah2kan. Sampai2 para Ulama pun di tentangnya. Naudzubillahi min dzalik.
wallahu a'lam bissawab
Sumber : http://www.muslimoderat.com/2016/08/sudah-ada-al-quran-dan-hadits-kenapa-masih-harus-ijtihad-ulama.html#ixzz4JlN9htNs